sesak dada ini sadar bahwa kau tak lagi bersama
dengan sangat berat hati ku iyakan pemintaanmu
semua itu ku lakukan tuk membantumu menuju ambang pintu impianmu
selamat jalan kakakku
semoga kau kan menuai mimpimu di sana
Doaku..
semoga kebahagiaan dan kesuksesan senantiasa menemani langkah kakimu
matahari pagi
Jumat, 13 Juli 2012
Sabtu, 16 Juni 2012
TRADISI RUWATAN SANTRI DI DESA KUWOLU
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ruwatan
Ruwatan adalah suatu
kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai sarana penghilang kesialan.
Ruwatan berasal dari kata “ruwat” dan mendapat suffix –an. “Ruwat” mengalami
gejala bahasa metatesis dari kata “luwar” yang berarti terbebas atau terlepas. Ada
tiga macam ruwatan dalam masyarakat Jawa, yakni ruwatan untuk pribadi, ruwat
untuk lingkungan, dan ruwatan untuk wilayah.
Ruwat diri sendiri dilakukan dengan
cara-cara tertentu seperti melakukan puasa (ajaran sinkretisme), melakukan
slametan, melakukan tapa brata. Pada saat itu, ruwatan yang dilakukan oleh
sebagian masyarakat Jawa jauh berbeda dengan kebudayaan peninggalan pada zaman
Hindu-Budha. Ruwatan lebih cenderung dilakukan dengan tidak mengatasnamakan
ruwatan, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama. Pelaku sebagai wujud
atau bentuk dari ruwatan, bagi diri sendiri ini juga sering dilakukan oleh
sebagian masyarakat Jawa agar mendapatkan kebersihan jiwa.
Adapun yang
dinamakan ruwatan lingkungan adalah ruwatan yang dilaksanakan untuk membersihkan
lingkungan dari roh-roh jahat yang mengganggu lingkungan tersebut atau hal ini
lebih disebut dengan “mageri”. Ruwatan ini bisa digunakan untuk memagari
rumah, toko, ataupun tempat-tempat lain agar terhindar dari mara bahaya yang
berasal dari gangguan makhluk-makhluk halus.
Ruwat yang dilakukan
untuk melindungi suatu kawasan atau wilayah tertentu itu adalah kegunaan dari
ruwat wilayah. Dalam ruwat wilayah ini biasanya beban biaya pelaksanaannya
ditanggung oleh semua masyarakat. Semisal jika ruwat ini dilakukan untuk
wilayah desa, maka seluruh masyarakat desa bergotong royong untuk membantu
mensukseskan ruwatan ini dengan cara membayar iuran dan membantu tenaga untuk
persiapannya.
Menurut kepustakaan
“Pakem Ruwatan Murwakala” Javanologi gabungan dari beberapa sumber, antara lain
dari serat Centhini (Sripaku Buwana V), orang-orang
yang disyaratkan harus diruwat atau sukerta ada 60 macam, antara lain:
1. Ontang-anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan
2.
Uger-uger
lawang, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak
anak yang meninggal
3.
Sendang
Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak yang sulung dan yang bungsu
laki-laki sedang anak yang kedua perempuan.
4.
Pancuran
kapit sendhang, yaitu 3 orang anak yang sulung dan yang bungu
perempuan sedang anak yang kedua laki-laki.
5.
Anak bungkus, yaitu anak
yang ketiga lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi (placenta)
6.
Anak kembar, yaitu 2
orang kembar putra atau kembar putri atau kembar “dampit” yaitu seorang
laki-laki dan seorang perempuan (yang lahir pada saat bersamaan)
7.
Kembang
sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan.
8.
Kendhana-kendhini, yaitu dua
orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.
9.
Saramba, yaitu 4
orang anak yang semuanya laki-laki
10. Srimpi, yaitu 4
orang anak yang semuanya perempuan.
11. Mancalaputra atau pandawa,
yaitu 5 orang anak yang semuanya laki-laki
12. Mancalaputri, yaitu 5
orang anak semuanya perempuan
13. Pipilan, yaitu 5
orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempua dan 1 orang anak laki-laki.
14. Padangan, yaitu 5
orang anak yang terdiri dari 4 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan
15. Julung pujud, yaitu anak
yang lahir saat matahari terbenam
16. Julung wangi, yaitu anak
yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari
17. Julung
sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang
18. Tiba ungker, yaitu anak
yang lahir, kemudian meninggal
19. Jempina, yaitu anak
yang baru berusia 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.
20. Tiba sampir, yaitu anak
yang lahir berkalung usus
21. Margana, yaitu anak
yang lahir dalam perjalanan
22. Wahana, yaitu anak
yang lahir di halaman / pekarangan rumah
23. Siwah / salewah,
yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macam warna.
Anak-anak dengan kriteria tersebut
diatas menurut orang-orang Jawa kuno adalah anak-anak yang harus diruwat karena
mereka menanggung “sukerta” atau aib sehingga nuntuk menghilangkannya
perlu diadakan ruwatan.
Ruwatan ini
dilakukan sebagai perlindungan bagi anak yang diruwat agar tidak dimangsa
Batara Kala. Oleh orang zaman dulu, Batara Kala diibaratkan sebagai seorang
raksasa besar yang akan memangsa manusia. Batara Kala adalah anak kandung dari
Batara Guru yang secara tidak sengaja mengeluarkan sperma diatas lembu Andini
ketika terbang diatas lautan. Batara Kala bisa juga dianalogikan sebagai
kesialan yang diterima manusia karena tidak mampu memanfaatkan waktu semasa
hidupnya. Hal ini bisa dikatakan demikian karena kata dasar “kala” mempunyai
arti “waktu”, sehingga Batara Kala bisa diartikan waktu yang akan terbuang
sia-sia karena keteledoran manusia yang tidak pernah disadari olehnya.
Prosesi ruwatan ini
diawali dengan persiapan sesajen yang disediakan untuk raksasa Batara Kala.
Sesajen yang disediakan untuk santapan dan kesenangan Batara Kala antara lain:
1. Tuwuhan, yang
terdiri dari pisang raja setundun, yang sudah matang dan baik, pohon
tebu dengan daunnya, daun beringin, daun elo, daun dadap serep, daun apa-apa
dan daun alang-alang.
2. Api (batuarang)
di dalam anglo, kipas beserta kemenyan (ratus wangi) yang akan dipergunakan
Kyai Dalang selama pertunjukan.
3. Kain mori
putih kurang lebih panjangnya 3 meter, direntangkan di bawah debog
(batang pisang) panggungan dari muka layar (kelir) sampai di belakang
layar dan ditaburi bunga mawar di muka kelir alas duduk dalang
4. Gawangan
kelir bagian atas (kayu bambu yang merentang di atas layar) dihias dengan kain
batik yang baru 5 (lima) buah, diantaranya kain sindur, kain bango
tulak dan dilengkapi dengan padi segedeng (4 ikat pada
sebelah menyebelah).
Adapun
urutan-urutan ruwatan yang dilakukan oleh masyarakat dahulu antara lain: 1)
pembacaan do’a pembuka; 2) pembacaan cerita riwayat sang Hyangkala; 3)
pembacaan pakem suntheg; 4) memasang tabeik dan membaca kidung sastra
pinandhati; 5) membaca ‘sastra banyak dalang’; 6) membaca sastra gumbalageru;
7) membaca kidung sastra puji bayu; 8) membaca sastra kidung mandalagiri; 9)
membaca satra kakancingan; dan 10) membaca sastra kakancingan yang merupakan
penguncian kekuatan gaib, serta dilanjutkan dengan membuat rajah kalacaraka
yang ditempelkan pada pintu-pintu rumah yang diruwat.
Hal-hal
tersebutlah yang dilakukan orang-orang Jawa Kuno untuk menghilangkan aib yang
ada pada anak sukerta. Seiring dengan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan
agama, maka hal-hal tersebut semakin ditinggalkan oleh masyarakat. Atau
seandainya pun mereka masih melakukannya, mereka lebih memilih untuk melakukan
“Ruwatan Santri”. “Ruwatan Santri” adalah ruwatan yang dilangsungkan sebagai
penghilang kesialan atau kesengsaraan hidup seorang anak dengan ketentuan
seperti diatas. Namun hal yang tampak mencolok sekali dari ruwatan zaman dulu
(sebelum masuknya Islam) adalah dalam hal bacaan-bacaan yang dibaca ketika prosesi
ruwtan berlangsung.
Ruwatan santri dilaksanakan tepat pada
pukul 22.00 WIB di hari pernikahan anak dengan kriteria tersebut di atas.
Prosesi ini dilakukan dengan pembacaan doa-doa untuk seseorang yang diruwat dan
memandikannya dengan air kembang diakhir acara. Untuk menghilangkan “Bala” atau
kesialan, seorang dengan kriteria tersebut diatas harus diruwat ketika
melangsungkan pernikahan. Dalam acara ruwatan, peruwat membacakan Surat Yasin untuk
si pengantin sebanyak 33 kali, Surat Al-Waqiah sebanyak 25 kali, Sholawat
Nariyah 1000, dan diakhiri dengan membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW. sebanyak
4000 kali.
Pembacaan doa-doa ini biasanya dilakukan
oleh tiga atau empat orang. Setelah pembacaan doa-doa selesai, si pengantin yang sedang diruwat dimandikan dengan air kembang. Air
kembang adalah air sumber yang
berasal dari tujuh sumber mata air yang berbeda dan dalam air tersebut diisi dengan tujuh macam bunga yang berasal dari tujuh macam tanaman bunga yang berbeda.
Selain itu, ketika memandikan si pengantin peruwat juga memandikan pengantin
dengan menggunakan tujuh gayung yang berbeda.
Sehari sebelum ruwatan dilaksanakan,
si anak yang diruwat dipingit atau tidak diperbolehkan untuk keluar rumah
seperti halnya pengantin putri yang dilarang keluar rumah saat menjelang
pernikahan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari bahaya kesialan yang
mengancam si anak yang akan diruwat. Oleh karena itulah ruwatan santri yang merupakan
pergeseran pemaknaan dari ruwatan sebelumnya masih sering dilakukan sampai
sekarang meskipun nilai-nilai dan aturan-aturan yang dilakukan sudah sangat
berbeda dari zaman dahulu.
2.
Analisis Ruwatan dengan Post-Strukturalisme
Post-strukturalisme
memandang bahwa makna tidak secara tiba-tiba hadir pada tanda.
Post-strukturalis menganggap bahwa adanya makna pada tanda itu juga bergantung
pada tanda-tanda yang lain. Atau secara singkatnya bisa dikatakan bahwa
timbulnya sebuah makna tidak hanya merupakan hubungan dari dua unsur penanda
dan yang ditandai saja melainkan ada hal-hal lain yang bisa menjadikan penanda
tersebut mempunyai makna berbeda.
Orang-orang
Post-Strukturalis memandang sesuatu dengan cara yang berbeda. Mereka tidak
hanya memandang sesuatu seperti halnya orang-orang strukturalis yang menganggap
sesuatu itu terjadi pasti dengan satu maksud tertentu. Seperti contohnya,
ketika ada seorang wanita yang berkerudung di jalan, orang-orang strukturalis
akan beranggapan bahwa orang tersebut adalah orang Islam. Mereka mencoba
menggabungkan antara Islam dengan kerudung yang senantiasa menjadi sebuah
simbol dari keislaman. Padahal, belum tentu orang yang memakai kerudung tadi
adalah Islam. Hal inilah yang dibahas oleh orang-orang Post-Strukturalis.
Orang-orang
strukturalis mungkin beranggapan bahwa seorang wanita berkerudung tadi adalah
seseorang yang terkena kanker otak sehingga ia mengenakan kerudung kemanapun
dia pergi. Atau pemikiran lain yang bisa muncul dari pemikiran orang-orang
strukturalis adanya kebohongan yang
dilakukan oleh seorang wanita berkerudung tadi. Mungkin sja wanita tersebut
adalah orang Kristen yang menyamar menjadi orang Islam atas alasan tetentu
sehingga dia memakai kerudung meski dia bukan orang Islam. Pemikiran-pemikiran
seperti itulah yang mungkin muncul dari benak orang-orang Post-Strukturalis
yang cenderung berpikiran bebas dan memandang sesuatu tidak hanya dari satu
sudut pandang.
Begitu pula dengan
adanya ruwatan manten yang kerap terjadi di Desa Kuwolu. Masyarakat di desa
tersebut mengaggap bahwa ruwatan secara keseluruhan tidaklah ada hubungannya
dengan peristiwa jatuhnya air sperma Batara Guru sehingga lahirlah Batara Kala.
Berdasarkan cerita orang-orangb terdahulu, Batara Kala lahir karena nafsu
birahi Batara Guru kepada istrinya , Dewi Uma, saat mereka sedang
berjalan-jalan menaiki lembu Andini melewati lautan luas pulau Jawa. Anak yang
dilahirkan karena nafsu birahi yang tidak terkendali menjadikan anak yang
dilahirkannya menjadi anak yang nakal dan jahat seperti Batara Kala.
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengetahuan masyarakat tentang Islam, maka
lama-kelamaan budaya masyarakat tentang prosesi ruwatan pun mengalami
pergeseran. Pergeseran yang terjadi bukan saja pada pemaknaan dari ruwat
tersebut namun juga pergeseran pada aspek pelaksanaannya.
Dalam aspek
pemaknaan, orang-orang di zaman sekarang cenderung mengartikan ruwatan sebagai
kegiatan adat yang biasa dilakukan tanpa ada suatu pemaknaan yang mendalam
seperti halnya pada masyarakat dulu yang mengaitkannya dengan peristiwa Batara
kala. Masyarakat sekarang cenderung menjalankannya hanya untuk mengikuti
kebiasaan dari masyarakat di daerah tersebut. Mereka beranggapan bahwa meruwat
seseorang dengan mengadakan pertunjukan wayang adalah hal-hal yang tidak
bermanfaat dan hanya menghabiskan uang secara sia-sia. Apalagi kebanyakan dari
masyarakat pada masa sekarang sudah tidak banyak lagi yang mengerti tentang
pewayangan beserta dalang-dalangnya. Hal ini bisa juga disebut dengan degradasi
kebudayaan yang makin lama semakin banyak terjadi.
Sebaliknya,
masyarakat sekarang cenderung berfikir realistis dan memandang sesuatu
berdasarkan manfaatnya. Oleh karena itu mereka melaksanakan ruwatan santri yang
dianggap lebih banyak memberikan manfaat. Mereka menganggap dengan adanya
ruwatan santri maka mereka telah menggugurkan salah satu keharusan orang tua
untuk menjauhkannya anaknya dari bahaya
atau bala’ ketika pelaksanaan pernikahannya.
Adapun kriteria
seseorang yang harus diruwat baik menurut oarang zaman dahulu maupun sekarang
adalah sama. Salah satu pengantin yang harus diruwat ketika menikah adalah seorang
anak perempuan seorang diri (tunggal). Seorang anak tunggal diruwat karena
identiknya anak tunggal adalah anak yang sangat disayangi oleh kedua orang
tuanya. Sehingga orang tuanya mampu dalam hal materi untuk melaksanakan ruwatan
tersebut tanpa harus ada saudaranya yang iri untuk minta diruwat juga seperti
ketika anak tersebut bukanlah anak tunggal.
Pergeseran lain yang
terjadi atas prosesi ruwatan adalah bergesernya cara melakukan ruwatan itu
sendiri. Pada masa lampau, ruwatan dilaksanakan dengan cara menggelar
penampilan wayang dan sang dalang membacakan mantra-mantra menggunakan bahasa
Jawa bukan bahasa Arab seperti bacaan do’a-do’a yang dilakukan di masa sekarang.
Di zaman dulu,
seorang dalang berperan penting sebagai seseorang yang menyatu dengan alam
untuk menyelamatkan si anak yang diruwat dari roh-roh jahat. Mantra-mantra yang
diucapkan dalang pun adalah sebuah permintaan kepada makhluk-makhluk ghaib.
Namun pada saat ini, si peruwat yang notabennya adalah seorang yang mengerti
tentang agama (dalam hal ini adalah agama Islam) hanya berperan sebagai orang
yang mendo’akan si anak agar di lindungi dari keburukan atau musibah yang
mungkin akan menimpanya. Do’a-do’a yang diucapkan merupakan permohonan kepada
Allah untuk kebaikan manusia.
Secara rincinya,
perbedaan bacaan-bacaan ataupun urutan-uruta yang dibaca pada pelaksanaan
ruwatan zaman dulu dan zaman sekarang adalah sebagai berikut:
Ø
Urutan
dan bacaan-bacaan dalam ruwat pada masa dulu
a. Dimulai
dengan doa pembuka
b. Diteruskan
dengan pembacaan cerita riwayat sang Hyangkala, yang disampaikan dengan bahasa
Jawa dan mirip dengan nyanyian
c. Diteruskan
dengan membaca pakem suntheg, pakem ini dimulai dilagukan
“ Hung Ilaheng pra yoganira sang syang kamasalah tangerannya, kang
daging sang kemala, kadi gerah suwarane, abra lir mustika murud, amarab”
d. Setelah
pakem suntheng selesai, dibacakan:
“Aneka akem prabawa, ketug lindhu lan prahara, geter patertan
pantaraalimaku tana suku, alembehan tanpa tangan, aninyali tanpa netra”
e. Diteruskan
dengan pasang tabeik dan membaca kidung sastra pinandhati:
Yanyangsiyu yusinyangya, yanyangasiyu yusinyangya,
yajasiyu yusijaya, yadangsiyu yusidangya, yawangsiyu yusiwangya, yasangsiyu,
yakangsiyu yusikangya, arangsiyu yusirangya, yacangsiyu, yusicangya, yanangsiyu
yusirangya, yacangsiyu yusicangya, yanangsiyu yusinangya, yakangsiyu
yusihangya, yahangsiyu yusihangya.
f.
Diteruskan
dengan membaca “sastra banyak dalang” lagu kentrung:
“Sang raja kumitir-kitir, ing ngendi anggonira
linggih, den barung ran keli, mangore lunga ngidul, anelasar sruwa sepi, sumun
dukuh ulung kembang, bale anyar ginelaran isi kang sumur bandung, toyane ludira
muncar, timbane kepala tugel, taline ususe maling, winarna winantu aji, asri
dinulu tingkahe kaya nauta, anauta lara raga, lara geng lara wigena,
sampurnaning banyak dalang”
g. Diteruskan
dengan membaca sastra gumbalageru, gemi atau api yang datang dari berbagai
penjuru angin yaitu timur, selatan, barat dan utara disatukan dan ditolak
kekuatan negatifnya dan diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan melakukan
pembacaan.
h.
Diteruskan
dengan kidung sastra Puji Bayu:
“Sang Hyang sekti naga nila wara, dadaku sang naga
peksa telaleku pembebet jagad, asabung kulinting limah, abebed kuliting singa,
acawet angga genitri. Liyanan catur wisa, rinejegan rejeg wesi, pinayungan kala
akra, kinemiting panca resi, sinongsongan ash-asih premanaku ing sulasih”
i. Diteruskan
dengan kidung sastra mandalagiri:
Sang Hyang Tangkep bapak kasa, kaliyan Ibu pertiwi,
mijil yogyanira sang Hyang Kamasalah, tengerannya kadi daging, swarane kadi
gerah, abra lir mustikamurub, urube marab arab, anakaken prabawa, ketuk lindhu
lan prahara, geter pater tan pantara, kagyat sang Hyang Amarta arannya, wus
ruwat pedhasamengko, yen ana gering kedadak, ngelu puyeng watuk, kena wisa
wutah-wutah, miring murup benceretan, kuu lumaku rinuwat iki, anata senajata
singwang, arane-mandalagiri, sang Hyang Amarta arannya wus ruwat padha
samengko.”
j. Diteruskan
dengan sastra kakancingan:
“Kunci nira kunci putih, angruwata metuwa sang, mentu samir lare kresna,
kakrasa kama dindi, langkir tambir pokoninjog, untuing-untuing matu tingting,
tunggaking kayu aren, miwah temu pamipisan, tumunem pega pagase, miwah
kerubuhan lumbung dandang tanen, kudu lumaku rinuwat, anata sanjataning wang,
arane panji kumala, pinaputrak akengunung arane, mandalagiri, sang Hyang ngamarta
arannya, wus ruwat padha samengko”
Ø
Urutan
dan bacaan-bacaan dalam ruwatan santri di masa sekarang
1.
Membaca
Surat Yasin sebanyak 33 kali.
2.
Membaca
Surat Al-Waqi’ah sebanyak 25 kali
3.
Membaca
Sholawat Nariyah sebanyak 1000 kali, bacaannya:
أللهم صل صلاة كاملة وسلم سلاما تاما
على سيدنا محمد الي تنحل به العقد وتنفرج به الكرب وتقضى به الحوىًج وتنال به
الرغاىًب وحسن الخواتم ويستسقى الغمام بوجهه الكريم وعلى أله وصحبه فى كل لمحة
ونفس بعدد كل معلوم لك
4.
Membaca
Shalawat atas Nabi Muhammad SAW. Sebanyak 4000 kali, bacaannya:
اللهم
صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد
5.
Dan prosesi ini
diakhiri dengan memandikan si pengantin dengan air yang telah dicampur dengan
tujuh macam bunga seperti yang sudah disebutkan di di atas.
Demikianlah pemikiran dari orang-orang zaman sekarang yang cenderung
berfikiran post-strukturalis yang memandang sesuatu tidak dari sudut pandang
saja. Mereka mempunyai pemikiran yang hampir berbeda dengan tradisi ruwat pada
awal adanya tradisi ini.
BAB III
KESIMPULAN
Tradisi ruwatan
yang dahulunya sering diselenggarakan oleh masyarakat Jawa pada umumnya dan
masyarakat desa Kuwolu pada khususnya adalah suatu tradisi untuk menghilangkan
bahaya dari si anak yang diruwat. Dahulunya ruwat dilaksanakan dengan pembacaan
mantra-mantra oleh sang dalang dalam pertunjukan wayang. Yang mana penampilan
wayang tersebut merupakan bentuk simbolis alam jagat raya ini.
Pertunjukan wayang
yang dahulunya sempat menjadi salah satu cara pembebasan diri dari Batara Kala,
namun saat ini telah mempunyai makna yang berbeda di kalangan masyarakat.
Masyarakat tidak lagi berasumsi bahwa Batara Kala adalah raksasa yang akan
memangsa manusia, melainkan mereka berpikir bahwa seseoarang dengan kriteria
tertentu perlu untuk ‘diruwat santri’ untuk menghilangkan bahaya pada anak
tersebut dan tidak ada hubungannya dengan Batara Kala.
DAFTAR PUSTAKA
Darmoko. 2002. Ruwatan: Upacara Pembebasan Malapetaka Tinjauan
Sosiokultural Masyarakat Jawa. Makara, Sosial Humaniora Vol.6
Pratama, Dian Yudha, dkk. ___. Ruwatan. Semarang:
Universitas Diponegoro
Huda, Khaerul. 2012. Tradisi
Ruwatan Masyarakat Jawa. Diperoleh dari
Sulhanudin. 2010. Berkenalan dengan Post-Strukturalisme.
Diperoleh dari
THE STEPS TO WRITE A GOOD ENGLISH ESSAY
Writing a good English essay is not easy. It needs more thinking to
make the essay is understanable by the reader. Essayist must write the
essay briefly and avoid to be a
plagiator. Someone usually called plagiator because of his or her essay. This
condition can be happened when he or she just take the text or other materials
without any referencing. And it is called plagiarism. Some students are still
confused about the steps to write a good English essay. And they usually take
the texts or other materials from the other source without mention its source. They are also confused about the systhematic
of writing a good English essay. Writing a good English essay must follow some
steps. Teaching & Learning Centre Fact Sheets, The university of New
England (___, para.1) states that “there are two subjects to write a good
essay including preparing for writing and writing the essay”. Both subjects are divided into twelve steps
which is the 1st until the 7th part belong to preparing for writing and from
the 8th until 12th belongs to writing process. Those steps are choosing the
question, analysing the question, rewriting the question, brainstorming,
researching, deciding on the order of presentation, planning, writing the first
draft, revising and editing, writing the second draft, printing and
proofreading, and re-reading.
Choosing the
question is the first step in writing a good English essay. In choosing the
question you have to think more critically because it will bring your topic
which will be discussed. And also you have to think about the time management
in choosing the question. So that you can find the right question as your
interest.
Analysing the
question is the second step. It has an important step to analyse or examine
carefully is it the question appropriate or not to be discussed. In analysing
step you draw the possibilities of the sentence to be able to develop or
not. When it can be able to develop you
must continue to the next step or you must change your question and look for
the better one when it can not beb able to develop the topic.
Rewriting the question
is the third step after analysing the question. Rewriting question can be
tested by using different sentence or at least just diffrent word with the same
topic. It is very beneficial for essayist to know how suitable topic of the question and can
influence the development of the essay.
Brainstorming is
the fourth step in writing a good English essay. Brainstorming related with the
understanding of essayist. Essayist determine how much he or she know about the
subject and he or she describe in the short paragraph.
Researching is the
fifth step in writing a good English essay. In researching, essayist look for
the reference and try to find the example or other information to consolidate
the topic. Make sure to mention the resource that you have taken accurately to
avoid the plagiarism. Write it in appropriate referencing syles to make the
reader understand well about your idea.
Deciding on the
order of presentation is the sixth step in writing a good English essay. In
this step, make sure about your format while performing the essay. Make sure
you have write in a good essay structure including margins, paragraph,
pagination, and other format. Check the the points you want to show to the
reader and the make sure that you have give the title of your essay.
Planning is the
seventh step in writing a good English essay. You should have a planning of
your essay. Write it down in a piece of paper what is your idea and then
develop it in a complex paragraph later in writing process. In this step, you
just write what are the points that you will discuss.
Writing the first
draft is the next step to write your essay. Write your ideas in more complex
word, give the complex explanation, and the example of your ideas. You can
write the essay with giving the introduction, the body, and the conclusion. In
the Introduction, you restate the question by explaining the background
information and/or the definition of
your topic. In the body, you have to state and explain about your idea (thesis
statement) in a paragraph. It means that one point has one paragraph, so it is
possible that there are many paragraphs in the body. In conclusion, you summarize what you have
said about your ideas briefly. It should refers to the question you have stated
and give your judgement about cases which have mentioned before.
The next step is
revising and editing. In this step, you read your essay well and try to look
for the mistake which is exist and revise it. You can read your essay again and
again to check it. Make sure that you check the sentence structure, punctuation,
spelling, and the contents of your essay.
Writing the second
draft is the tenth step to write a good English essay. Write your revision
essay in the computer carefully to make sure that your essay is ready to be
organize to the next step. Make sure that you are understand well with your
essay and used the presentation which is suitable with you so you feel comfort
to use it.
Print and
proofread is the next step to write a good essay. Print out your essay to be a
hard copy to make you easy to read and correct if there is unsuitable format.
Re-read your essay
as the final step to make your essay to be a good essay as you hope. Re-read is
very important for you to make sure that you understand with what you have
written. So that, when there is someone asking to you about it, you can explain
it briefly.
There are many
steps to write a good essay, those are choosing the question, analysing the
question, rewriting the question, brainstorming, researching, deciding on the
order of presentation, planning, writing the first draft, revising and editing,
writing the second draft, printing and proofreading, and re-reading. All of
this steps can be grouped into two main subjects. The first subject is the
preparation for writing and the second subject is the process of writing the
essay. Choosing the question, analysing the question, rewriting the question,
brainstorming, researching, deciding on the order of presentation, and planning
are included in preparation subject while writing the first draft, revising and
editing, writing the second draft, printing and proofreading, and re-reading
are included in the process of writing the essay. These steps is very important
thing for the essayist to write his or her essay. All of these step should be
done and do not miss one of the steps because it will be give the bad effect
for your essay. It can make your essay is difficult to be understood by the
reader or there are some information which is not included in your essay. So, in
the conclusion, essayist should do all of these step to be able to write a good
English essay.
REFERENCES
University of New England, (____). Writing an essay.
Retrieved from
http: //www.une.edu.au/tlc/aso/
University of Wales Institute, Cardiff. (2009). How to write a
good essay. Retrieved from
Edith Cowan University. (2007). Academic
essay Academic Tip Sheet. Retrieved from
Langganan:
Postingan (Atom)